Sepanjang Hidup by Maher Zain

Minggu, 24 April 2011

Hukum Merayakan Tahun Baru dan Perayaan Selain dari Islam

Pertanyaan : Apa hukumnya mengucapkan selamat tahun baru/happy new year, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh umat, seperti saling mengucapkan : كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ (setiap tahun engkau senantiasa berada dalam kebaikan) atau ucapan-ucapan semisal?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullah menjawab :

Ucapan selamat tahun baru bukanlah perkara yang dikenal di kalangan para ‘ulama salaf. Oleh karena itu lebih baik ditinggalkan. Namun kalau seseorang mengucapkan selamat karena pada tahun yang sebelumnya ia telah menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah, ia mengucapkan selamat karena umurnya yang ia gunakan untuk ketaatan kepada Allah, maka yang demikian tidak mengapa. Karena sebaik-baik manusia adalah barangsiapa yang panjang umurnya dan baik amalannya. Namun perlu diingat, ucapan selamat ini hanyalah dilakukan pada penghujung tahun hijriyyah. Adapun penghujung tahun miladiyyah (masehi) maka tidak boleh mengucapkan selamat padanya, karena itu bukan tahun yang syar’i. Bahkan kaum kafir biasa mengucapkan selamat pada hari-hari besar mereka. Seseorang akan berada pada bahaya besar jika ia mengucapkan selamat pada hari-hari besar orang-orang kafir. Karena ucapan selamat untuk hari-hari besar orang-orang kafir merupakan bentuk ridha terhadap mereka bahkan lebih. Ridha terhadap hari-hari besar orang-orang kafir bisa mengeluarkan seorang muslim dari agama Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Imâm Ibnul Qayyim dalam kitab Ahkâm Ahlidz Dzimmah (Hukum-hukum tentang Kafir Dzimmi).

Kesimpulannya : Ucapan selamat untuk tahun baru hijriyyah lebih baik ditinggalkan tanpa diragukan lagi, karena itu bukan kebiasaan para ‘ulama salaf. Namun kalau ada seseorang yang mengucapkannya maka ia tidak berdosa.

Adapun ucapan selamat untuk tahun baru miladiyyah (masehi) maka tidak boleh. Peringatan tahun baru (New Year Anniversary) itu merupakan syiar kaum kuffâr. Karena, tidaklah peringatan ini dirayakan, melainkan ia satu paket dengan peringatan natal (christmas). Kita sering lihat dan mendengar, bahwa tahni`ah (ucapan selamat) kaum Nasrani adalah : “Marry Christmas and Happy New Year”, “Selamat Natal dan Tahun Baru”.

jadi buat semua umat islam jangan pernah mengucapkan selamat kepada hari-hari besar kaum kafir.
contohnya, seperti "selamat tahun baru/natal(marry christmas)"


Tahun baru sudah diambang pintu, berbagai macam acara dan kegiatan dilakukan untuk menyambutnya. Tidak peduli apakah itu orang islam atau bukan. Seolah-olah memperingati pergantian tahun ini sudah menjadi perayaan bagi setiap orang. Akan tetapi, bagi seorang muslim perlu untuk melihat kembali tuntunan syari`at islam terhadap perayaan ini. Bagaimana pandangan islam terhadap perayaan tahun baru tersebut? Mari kita resapi ulasan berikut :

1. Sejarah Perayaan Tahun Baru

Peringatan tahun baru (New Year Anniversary) itu merupakan syiar kaum kuffâr. Ternyata kaum pagan Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.

Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, 'Tumarat' wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama 'Jamsyad', yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi 'Nairuz' pada awal tahun. 'Nairuz' sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.

Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm an-Nawawî dalam buku Nihâyatul 'Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr. Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya –karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.

Kemudian, sebagian kaum muslimin yang lemah iman dan ilmunya tidak mau kalah. Mereka bagaikan kaum Nabî Mūsâ dari Banî Isrâ`il yang setelah Allôh selamatkan dari pasukan Fir'aun dan berhasil melewati samudera yang terbelah, mereka berkata kepada Mūsâ 'alaihis Salâm untuk membuatkan âlihah (sesembahan-sesembahan) selain Allôh, sehingga Mūsâ menjadi murka kepada mereka. Sebagian kaum muslimin di zaman ini turut merayakan perayaan tahun baru Masehi ini. Bahkan sebagian lagi, supaya tampak Islâmî merubah perayaan ini pada tahun baru Hijriah.

Al-Muqrizî di dalam Khuthath-nya (I/490) menceritakan bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan tahun baru Hijriah ini adalah para pendukung bid'ah dari penguasa zindîq, Daulah 'Ubaidiyah Fâthimîyah di Mesir, daulah Syi`ah yang mencabik-cabik kekuasaan daulah 'Abbâsiyah dengan pengkhianatan dan kelicikan. Dan sampai sekarang pun, anak cucu mereka masih gemar merayakan perayaan-perayaan bid'ah yang tidak pernah Allôh dan Rasūl-Nya tuntunkan.

Pesta tahun baru sendiri, merupakan syiarnya kaum Yahūdî yang dijelaskan di dalam taurat mereka, yang mereka sebut dengan awal Hisya atau pesta awal bulan, yaitu hari pertama tasyrîn, yang mereka anggap sama dengan hari raya 'Idul Adhhâ-nya kaum muslimin. Mereka mengklaim bahwa pada hari itu, Allôh memerintahkan Ibrâhîm untuk menyembelih Ishâq 'alaihis Salâm yang lalu ditebus dengan seekor kambing yang gemuk.

Sungguh ini adalah sebuah kedustaan yang besar yang diada-adakan oleh Yahūdî. Karena sebenarnya yang diperintahkan oleh Allôh untuk disembelih adalah Ismâ'îl bukan Ishâq 'alaihimâs Salâm. Karena sejarah mencatat bahwa Ismâ'îl adalah lebih tua daripada Ishâq dan usia Ibrâhîm pada saat itu adalah 99 tahun. Mereka melakukan tahrîf (penyelewengan fakta) semisal ini disebabkan oleh kedengkian mereka. Karena mereka tahu bahwa Ismâ'îl adalah nenek moyang orang 'Arab sedangkan Ishâq adalah nenek moyang mereka.

Kemudian datanglah kaum Nasrani mengikuti jejak orang-orang Yahūdî. Mereka berkumpul pada malam awal tahun Mîlâdîyah. Dalam perayaan ini mereka melakukan do`a dan upacara khusus dan begadang hingga tengah malam. Mereka habiskan malam mereka dengan menyanyi-nyanyi, menari-nari, makan-makan dan minum-minum sampai menjelang detik-detik akhir pukul 12 malam. Lampu-lampu dimatikan dan setiap orang memeluk orang yang ada di sampingnya, sekitar 5 menit. Semuanya sudah diatur, bahwa disamping pria haruslah wanita. Kadang-kadang mereka saling tidak mengenal dan setiap orang sudah tahu bahwa orang lain akan memeluknya ketika lampu dipadamkan. Mereka memadamkan lampu itu bukannya untuk menutupi aib, namun untuk menggambarkan akhir tahun mulainya tahun baru.

Kini, perayaan ini telah menjadi suatu trend mark tersendiri. Muda, tua, pria, wanita, anak-anak, dewasa, muslim, kâfir, semuanya berkumpul untuk merayakan tahun baru. Segala bentuk acara untuk menyambut perayaan ini bermacam-macam. Ada yang sarat dengan kesyirikan, ada lagi yang sarat dengan kemaksiatan dan kefasikan, dan ada lagi yang sarat dengan kebid'ahan, dan ada pula yang sarat dengan kesemua itu.

Yang sarat dengan kesyirikan seperti, upacara penyambutan tahun baru yang kental diwarnai dengan klenik, perdukunan dan ilmu sihir. Segala paranormal berkumpul dan memberikan ramalan tentang awal tahun, baik dan buruknya. Sebagian lagi ada yang nyepi ke gunung-gunung atau tempat keramat untuk mencari 'wangsit' alias ilham dari setan.

Ada lagi yang sarat dengan kemaksiatan dan kefasikan. Dan ini sangat banyak sekali dan mendominasi. Mulai dari pentas musik akhir tahun yang menghadirkan wanita-wanita telanjang tidak punya malu yang bergoyang-goyang dan menari-nari merusak moral, sampai acara minum-minuman keras, narkoba dan seks bebas.

Ada lagi yang mengisi kegiatan ini dengan amalan yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasūlullâh dan tidak pula dikerjakan oleh generasi terbaik, para sahabat dan as-Salaf ash-Shâlih. Mereka melakukan sholât malam (Qiyâmul Layl) berjama'ah khusus pada malam tahun baru saja dan disertai niat pengkhususannya. Ada lagi yang melakukan Muhâsabah atau renungan suci akhir tahun, dengan membaca ayat-ayat al-Qur`ân sambil menangis-nangis. Ada lagi yang berdzikir berjamâ'ah bahkan sampai istighôtsah kubrô. Dan segala bentuk amalan yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasūlullâh.

2. HUKUM MEMPERINGATI TAHUN BARU

Mari kita menelaah kembali al-Qur`an dan Hadits-hadits Rasulullah serta kitab-kitab para ulama, maka kita akan mendapati bahwa haram hukumnya bagi seorang muslim memperingati pergantian tahun baru ini. Satu alasan saja sebenarnya sudah cukup membuat hal itu haram, yakni perayaan tersebut ternyata adalah syi`arnya orang-orang kafir. Dalam kata lain itu adalah bagian dari ritual agama mereka. Sementara banyak dalîl-dalîl yang menjelaskan keharaman perayaan-perayaan yang merupakan syiar kaum kuffâr ini. Semuanya kembali kepada haramnya tasyabbuh 'alal Kuffâr (meniru kaum kuffâr) dan mengerjakan amalan yang tidak dituntunkan oleh Rasūlullâh dan para sahabatnya (bid'ah).

Syaikhul Islâm Ibnu Taimîyah rahimahullâh menulis sebuah kitâb khusus dan lengkap tentang larangan menyerupai kaum kuffâr, terutama yang berkaitan dengan hari-hari raya dan ritual ibadah mereka yang berjudul Iqtidhâ` ash-Shirâthal Mustaqîm li Mukhâlafati Ashhâbil Jahîm. Beliau menyebutkan dan memaparkan dalîl-dalîlnya dari al-Qur`ân lebih dari 30 ayat dan lebih dari 100 hadîts berserta wajhu dilâlah (sisi pendalilannya), termasuk juga ijma' ulama, âtsâr dan i'tibâr-nya. Diantaranya yaitu :Allôh Azza wa Jalla berfirman

”Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS al-Furqân : 72) Abūl 'Âliyah, Thôwus, Muhammad bin Sîrîn, adh-Dhohhâk, Rabî' bin Anas dan selain mereka, mengatakan bahwa maksud Lâ yasyhadūna biz Zūr adalah (tidak menghadiri) perayaan kaum musyrikîn. [Lihat : Tafsîr Ibnu Katsîr VI/130; lihat pula Iqtidhâ` I/80]

Kemudian Rasulullalh Sholallahu`alaihi wa sallam menegaskan dalam sabdanya :” kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kamu. Hingga ketika mereka masuk ke lubangdhob(sejenis biawak yang hidup di gurun), kalian pasti ikut masuk juga. Para sahabat bertanya:”wahai Rasulullah apakah yang engkau maksud itu orang-orang yahudi dan nasrani? “ beliau menjawab: “siapa lagi kalau bukan mereka”(HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu banyak hadits-hadits Rasulullah yang melarang kita menyerupai orang-orang kafir dan memerintahkan kita meyelisihi mereka di dalam kebiasaan-kebiasaannya. Karena Islam telah sempurna dan Allah telah mencukupkan bagi umat Islam semua tuntunan dalam kehidupan ini. Oleh karena itu islam tidak lagi memerlukan penambahan dan contoh dari umat lain, maka siapa yang masih mencontoh orang-orang kafir, hendaklah takut terhadap sabda beliau :”barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”(HR. Abu Dawud) orang-orang yang senang meniru prilaku dan kebiasaan orang kafir, tanpa disadari sebenarnya dia telah termasuk dalam golongan orang-orang kafir tersebut. Kelak seseorang akan dikumpulkankan pada hari kiamat bersama dengan orang yang dia cintai. Orang yang mencintai orang kafir atau mencintai kebiasaan mereka, maka ia akan dikumpulkan kelak dengan mereka.Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.

Disamping itu masih banyak alasan yang mengharamkan perayaan pergantian tahun tersebut, diantaranya : bertaburnya maksiat dan dosa dalam perayaan tersebut. Mulai dari musik, minuman keras, narkoba, bercampurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahrom, keluarnya wanita sampai larut malam tanpa menutup aurot dan didampingi mahromnya, perzinaan dan segudang kemaksiatan lainnya. Hal lainnya yaitu menghabiskan waktu dengan kesiaa-siaan, sementara setiap waktu yang kita jalani akan kita pertanggung jawabkan kelak di hadapan Allah. Seterusnya menghambur-hamburkan harta pada hal-hal yang dilarang oleh Allah. Perhatikanlah Sabda Rasulullah : Tidaklah kedua kaki seorang hamba bergerak pada hari kiamat, hingga ditanya tentang lima hal : tentang umurnya, untuk apa dihabiskan; tentang masa mudanya, untuk apa digunakan; tentang hartanya, darimana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan apa yang diamalkan dari ilmu yang diketahuinya.” (at-Tirmidzi).

Tidak ragu lagi, dari ulasan singkat dan sederhana di atas, bahwa perayaan Tahun Baru, maupun perayaan-perayaan lainnya yang tidak ada tuntunannya, merupakan :

1.Bid'ah di dalam agama setelah Allôh menyempurnakannya.

2.Menyerupai orang kuffâr di dalam perayaan mereka.

3.Turut menghidupkan syiar dan mengagungkan agama kaum kuffâr.

Kesimpulannya, TIDAK BOLEH BAGI SETIAP ORANG YANG MENGAKU BERAGAMA ISLAM UNTUK IKUT DI DALAM PERAYAAN TAHUN BARU, KARENA HAL TERSEBUT HUKUMNYA HARAM, WALLAHU`ALAM,
jika kita melakukan yang diharamkan, itu sama saja dengan kita memakan daging hewan yang haram.
PERINGATAN !!!!!

Mari buka mata dan hati kita, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh perayaan tahun baru ini. Betapa banyak kehormatan dan kemuliaan seorang gadis pada waktu itu terenggut. Para pemuda dan pemudi tenggelam dalam Lumpur hitam perzinaan. Masa depan mereka hancur dan kelam oleh berbagai maksiat dan dosa. Minuman keras, narkoba` pergaulan bebas, pesta pora dan beragam kenikmatan sesaat tersebut, akhirnya membuat mereka menyesal seumur hidup.

Saatnya kita selamatkan umat ini dari kehancuran. Mulailah dari diri dan keluarga kita. Mari kita lindungi generasi muda yang tidak lain adalah anak, adik, keponakan, dan keluarga kita, dari kehancuran karena meyerupai orang kafir dan tenggelam dalam maksiat dengan melarang mereka merayakan tahun baru. Allah Ta`ala berfirman : “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka.

2 komentar:

  1. Keren bro..
    Jalan-jalan disini sambil lihat hasil tes ilmunya..

    BalasHapus
  2. Bermanfaat sekali mnambah ilmu pengetahuan..
    Terimakasih info nya.

    BalasHapus